Jumat, 15 Desember 2017

Antara jasmani dan rohani

Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.”

[HR. Bukhari-Muslim].

Hati manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi:
1). Qalbun Shahih (hati yang suci),
2). Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan
3).Qalbun Maridl (hati yang sakit).

Pertama, Qalbun Shahih

yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu yang menentang perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada selain Rasul-Nya.

Karenanya, hati ini murni pengabdiannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, baik pengabdian secara iradat (kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya.

Bahkan seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika membenci maka kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi atau bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena Allah.

Dan tidak hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan bertahkim kepada syari’at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan prinsip tersendiri dalam menjadikan Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagai suri tauladan dalam segala hal.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

 “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[QS. Al-Hujurat:1].

- Kedua;

Qalbun Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat, hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. dan ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah SubhanahuWwa Ta’ala murka akan perbuatannya.

Ia tidak peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci, memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Hati jenis ini adalah hati yang jika diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaedah sedikitpun, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menutup hati mereka.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

” Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu‘.”
[QS. Al-An'am:25].

Ayat ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mempergunakan telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“(Mereka berkata:) Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”[QS. Fushilat:5].

Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman.

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah kembali kepada jalan yang benar.”

[QS. Al-Baqarah:17-18].

 -Ketiga,

Qalbun Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa kejahilan. Hati yang sedang di cekam sakit akan mudah menjadi parah apabila tidak diobati dengan hikmah dan maud’izah. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya.”
[QS. Al-Hajj:53].

Karena sesungguhnya apa yang disisipkan oleh setan kedalam hati manusia itu, akan membuat sesuatu menjadi syubhat (sesuatu yang meragukan), seperti penyakit ragu dan sesat. Begitu hati menjadi lemah karena penyakit yang diidap, maka setanpun mudah merasuk ke dalam hati lalu menghidupkan fitnah dalam hati tersebut.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafiq, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di madinah (dari menyakitimu) niscaya kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka. Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.”

[QS. Al-Ahzab:60].

Namun demikian hati orang-orang yang seperti itu belumlah mati sebagaimana hati orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, akan tetapi bukan pula hati sehat, seperti sehatnya hati orang-orang yang beriman. Sebab di dalam hati mereka terdapat penyakit syubhat dan syahwat. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya.“
[QS. Al-Ahzab:32].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar